Januari 25, 2019


Tadi sewaktu solat jumat, saya mendapatkan sebuah pelajaran berharga dibalik kaburnya sajadah saya yang terbawa angin.

Jadi begini...

Masjid di dekat rumah saya itu kan kecil. Selain kecil, masjid ini juga tidak punya pelataran, langsung berbatasan dengan jalan. Hampir setiap kali sholat jumat pasti jamaah meluber sampai ke jalan aspal di depannya.

Terbatasnya alas karpet yang disediakan oleh pengurus masjid membuat jamaah yang datang terlambat mau tidak mau harus sholat hanya beralaskan terpal saja. Tapi ya alhamdulilah sih daripada sholat beralaskan aspal panas nan menggelora.

Karena sudah hafal, anggota jamaah 'mangkat keri, bali gasik' alias jamaah minal akhiri wal telatiyah pasti akan membawa sajadah sendiri dari rumah, sebagai antisipasi kalau-kalau tidak kebagian karpet. Termasuk saya.

Sesampainya di masjid, benar saja, semua karpet di jalan sudah terisi penuh. Untungnya saya bawa sajadah sendiri. Langsung saya gelar sajadah di atas terpal, berderet dengan jamaah telatiyah lainnya.

Sajadah yang saya bawa itu merupakan sajadah favorit yang cukup tipis, mungkin setipis kertas. Biasa saya bawa kemana-mana kalau traveling.

Iqomah pun berkumandang, jamaah merapatkan barisan. Disebelah kanan saya berdiri seorang mas mas yang tidak membawa sajadah.

Langsung terbesit di pikiran saya untuk membagi sajadah saya dengannya namun urung saya lakukan karena, pertama sajadah itu belum dicuci selama berabad abad. Kedua, baunya kurang menyenangkan. Ketiga, lebih tipis daripada terpalnya. Sehingga daripada masnya ilfeel lebih baik tidak saya bagikan.

Nah, baru saja rakaat pertama dimulai, ketika imam membaca al-Fatihah, datang angin yang cukup besar dari arah kiri. Anginnya membuat bagian atas sajadah saya kabur, melipatnya tepat ke arah alas sujud mas-mas disebelah saya.

'Waduh!' kejut saya dalam hati, tak lagi fokus mendengarkan lantunan al-Fatihah dari imam. Ingin rasanya untuk segera membetulkan posisi sajadah itu, tapi kok kayaknya nggak sopan sama Allah. Akhirnya saya biarkan saja.

Posisi sajadah yang seharusnya menjadi alas sujud saya akhirnya selama prosesi sholat jumat tadi berubah menjadi alas sujud untuk mas-mas disebelah saya.

Jangan-jangan masnya itu punya ilmu kanuragan? ataukan masnya itu adalah pengendali angin seperti di film avatar? Hemm...
Baca Juga:
Karena kita tahu, Allah biasanya memberi insight kepada hambaNya lewat sebuah kejadian.

Hikmahnya, mungkin tadi saya tidak mau berbagi sajadah dengan masnya sehingga Allah memberi pelajaran agar saya lebih sering berbagi dengan yang membutuhkan.

Memang benar sih dan itu tamparan keras untuk saya. Hikmah itu saya simpan dalam-dalam sebagai pelajaran saya dikemudian hari bahwa saya harus selalu berbagi, apapun kondisinya.

Tapi selain itu juga ada pikiran lain yang mengatakan, 'Eh, tapi kan kalau pun tadi saya berbagi sajadah, kencangnya angin dari arah kiri tetap akan mengaburkan sajadah tipis itu. Hasilnya tetap sama, yaitu saya tetap akan sholat jumat tanpa sajadah.'

Berbagi atau tidak, mungkin saat itu saya memang ditakdirkan untuk sholat tanpa sajadah.

Hal yang bisa merubah takdir saya itu hanyalah jika saya datang tidak terlambat. Tapi ini sudah merubah konteksnya, menghapus keterlibatan terpal, angin, dan masnya.

Seperti halnya takdir manusia, ada yang bisa dirubah, dan ada pula yang tak bisa dirubah.

Sajadah terbang itu seolah ingin memberi pesan bahwa selain saya harus lebih sering berbagi, semua yang terjadi di dunia ini juga sebenarnya sudah diatur untuk berjalan sesuai dengan skenarioNya.

"Tiada suatu bencana pun yang menimpa di bumi (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauh Mahfuzh) sebelum kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah." (Al-Hadiid 22).

...

Pembaca, ada yang punya hikmah lain dari cerita di atas? Komen yah.

Featured image: Flying carpet by Granger (fineartamerica.com)

16 comments:

  1. aku malah mikirnya sebaliknya, waduh...nanti akhirnya kecium juga nih bau sajadah yang penguk ini ke mas-mas sebelah hahaha

    BalasHapus
  2. Selalu nilai-nilai dari kejadian yang sederhana sekalipun

    BalasHapus
    Balasan
    1. bahkan melihat semut berjalan berderetan di dinding pun jika kita jeli kita bisa mengambil pelajarannya

      Hapus
  3. Ada sebuah pelajaran dari kejadian itu

    BalasHapus
  4. Di dalam suatu kejadian pasti ada hikmahnya, hikmahnya yaitu sebelum khotbah harus sudah ada di mesjid hehe
    tapi aku gologngan telatan kok mas, semoga kedepan aku jd lebih baik lagi deh,,
    nice share mas :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya mas, jangan telat, ntar nggak dapet onta

      Hapus
  5. Aku sih pernah denger gitu, kalau kita punya niat baik tidak boleh kita batalin.. Kalau niat masnya baik memang buat alas sujud yg disbelah, mau sebau apapun insha Allah yg disebelah juga nggk bakal kecium apa2.. Allah selalu membuktikan keberadaannya dengan hal2 kecil yang nggk bisa kita nalar.. Allahualam

    BalasHapus
    Balasan
    1. wah ilmu baru nih mas, sangat bermanfaat. akan saya terapkan dikehidupanku segera.

      Hapus
  6. Semoga semakin membuat kita selalu mawas diri ya. Mana tau itu masnya ternyata malaikat, hayooo...

    BalasHapus
    Balasan
    1. wah iya itu mba, jangan2 masnya malaikat. Wallahualam

      Hapus
  7. Intinya kudu berbagi kl ya mas.. Walau cm sdikit

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya bener banget, jangan sungkan2 kalau mau berbagi, hhehe

      Hapus
  8. masjid di kota" besar nan padat mahasiswa juga banyak yang begini mas, gak ada pelesterannya..

    mungkin, dari kejadian itu adalah teguran halus untuk berbagi, yang penting niatnya baik. Siapa tahu sajadahnya jadi harum semerbak seketika :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya mas, biar kebagian tempat eman harus berangkat lebih awal. Biar dapet onta.

      wkwkwk, harum mewangi sepanjang hari ya

      Hapus