Januari 03, 2019


Di sebelah utara Pulau Batam, berbatasan langsung dengan Singapura terdapat sebuah pulau kecil yang terkenal dengan teh tarik yang katanya paling enak di seluruh Kota Batam. Nama pulau ini adalah Pulau Belakang Padang.

Eits, walaupun namanya Belakang Padang, tapi nggak ada hubungannya dengan Kota Padang di Sumatera Barat yah.

Ada beberapa versi mengenai asal-usul nama Belakang Padang namun tidak ada yang tahu pasti yang mana yang benar. Yang pasti, pulau ini berbatasan langsung dengan Singapura di depan sana dengan gedung-gedungnya yang tinggi menjulang. Membuat pulau sederhana ini seolah-olah berada di belakang sebuah peradaban yang terang benderang.
Baca juga: Sejarah Pulau Belakang Padang, Dari Bajak Laut Malaka Sampai Jadi Penawar Rindu

Pagi itu, hari minggu, saya dengan tiga orang teman yaitu Danang, Mita, dan Ben menginginkan menu sarapan yang beda dari yang lain. Akhirnya kami putuskan untuk mengunjungi Pulau Belakang Padang yang terkenal dengan makanan khasnya yaitu Mie Lendir dan teh tarik. 

Menuju Belakang Padang

Menuju ke Belakang Padang naik pancung
Cara menuju ke Pulau Belakang Padang adalah dengan menaiki kapal motor kecil atau biasa disebut kapal pancung dari Pelabuhan Domestik Sekupang, Batam.

Harga tiketnya Rp. 15.000 per orang dengan lama perjalanan sekitar 15 menit. Kapal tersedia setiap jam selama 24 jam. Tapi khusus untuk malam hari harus menyewa satu kapal penuh.

Perjalanan dengan kapal pancung menuju Belakang Padang cukup mengasyikan. Kapal melaju melawan ombak yang cukup tinggi sehingga kalau kalian takut gelombang, bersiap-siaplah dengan goyangannya yang cukup memacu adrenalin.

Kami berpapasan dengan berbagai jenis kapal, mulai dari kapal nelayan, kapal tanker, kapal feri, dll, karena daerah ini memang merupakan jalur transportasi laut yang cukup sibuk.

Berdasarkan data Kecamatan Dalam Angka Tahun 2014, wilayah Kecamatan Belakang Padang mencakup kurang lebih 108 pulau yang terdiri dari 43 pulau berpenghuni dan 65 pulau tidak berpenghuni.

Kalau kalian lagi males baca, kalian bisa juga nonton videonya loh, jangan lupa subscribe yah, hehe.


Mendekati pelabuhan, kami disuguhi oleh tulisan 'Selamat Datang di Kecamatan Belakang Padang, Pulau Penawar Rindu'. Ya, Pulau Belakang Padang juga terkenal dengan sebutan 'Pulau Penawar Rindu'. 

Selain tulisan selamat datang, jauh didepan sana, di batas cakrawala, di balik selat malaka yang penuh dengan kapal-kapal besar, berdiri menjulang gedung-gedung tinggi dengan arsitektur modern.

Samar-samar juga terlihat sebuah gedung ikonik yan pada bagian atasnya berbentuk kapal, Marina Bay Hotel, Singapura. Yup, Singapura terlihat sangat jelas dari Pulau Belakang Padang. Menjadikannya salah satu atraksi wisata yang menarik. 

Tidak ada mobil di Kecamatan Belakang Padang

Ambulance, satu-satunya mobil yang ada di Pulau Belakang Padang, selain mobil pengangkut sampah.
Selabuhnya kapal di dermaga, kami langsung berjalan kaki keluar pelabuhan. Saat berjalan di lorong dermaga yang sempit, kami berpapasan dengan sebuah mobil ambulance yang hendak membawa pasien untuk diseberangkan ke Kota Batam karena di Pulau ini tidak ada rumah sakit.

Sekedar informasi, di Pulau Belakang Padang tidak ada mobil selain mobil ambulance dan mobil pengangkut sampah. 

Kenapa tidak ada mobil? Ukuran pulau yang kecil membuat akses ke bagian-bagian pulau lainnya menjadi dekat dan tidak begitu sulit dijangkau sehingga warga tidak terlalu membutuhkan mobil.

Bisa dibilang, hampir seluruh warga pulau ini saling mengenal satu sama lain. Alat transportasi umum yang digunakan di Pulau Belakang Padang hanyalah becak dan ojek. 

Wisatawan bisa mencoba mengelilingi pulau ini dengan menggunakan becak untuk melihat langsung kehidupan masyarakat di Pulau Belakang Padang.

Mie Lendir dan Teh Tarik Paling Enak di Batam

Keluar dari pelabuhan, kami langsung menuju ke arah pasar untuk berburu kuliner, sesuai dengan tujuan utama kami yaitu sarapan. Pasar ini terletak tepat di sebelah kanan pelabuhan.

Terdapat dua kedai yang paling terkenal di Belakang Padang, yaitu Kedai Ameng (Double Peach Coffee) yang terletak di luar pasar dan Kedai Botak yang ada di Dalam Pasar. 

Kami mencoba Kedai Ameng terlebih dahulu. Tersedia makanan-makanan khas melayu seperti roti prata, nasi lemak, jajanan-jajanan melayu, dan tentunya mie lendir. Saya memesan satu porsi mie lendir dan satu cangkir teh tarik. 

Selang lima belas menit pesananan pun datang. Semangkuk mie dengan ukurannya yang besar tersaji bersama dengan kuah kental berawarna merah. Langsung terbayang rasanya pasti pedas. Namun, setelah mencobanya, ternyata rasanya tidak pedas sama sekali.

Rasa Mie Lendirnya justru manis, bercampur dengan gurihnya rempah-rempah yang seakan-akan sedang menari zapin -tarian khas melayu- di dalam mulut dengan lenggoknya yang aduhai indahnya. 

Saat lidah masih dimanjakan dengan manisnya mie lendir, seruputan teh tarik mengalir ke dalam mulut dan membuat lidah semakin menikmati manisnya teh hitam berbalut susu kental manis.

Teh tarik Belakang Padang sebenarnya hampir sama rasanya dengan teh tarik yang lain. Namun, susu kental manis yang digunakan lebih banyak sehingga lebih berbusa dari teh tarik lainnya. Rasanya tebal, padat, dan sangat manis. Sangat cocok diminum setelah seharian lelah bekerja atau berwisata.

Biasanya wisatawan lokal akan membawa teh atau kopi tarik dari kedai ini yang dikemas dalam botol sirup untuk dibawa pulang ke Batam. Harga mie lendir Rp. 13.000 sedangkan untuk teh tariknya Rp. 10.000, murah bukan?

Keliling Belakang Padang Naik Becak

Pangkalan tukang becak di depan Kedai Ameng, Belakang Padang 
Sudah ada beberapa tukang becak yang mangkal di depan Kedai. Setelah negoisasi alot, akhirnya kami deal keliling belakang padang dengan menggunakan becak seharga Rp. 60.000 satu becak.

Kami mengelilingi kampung-kampung di Belakang Padang. Ada Kampung Lama, Kampung Melayu, dan Kampung Jawa. Belakang padang tidak hanya ditinggali oleh Suku Melayu, namun juga ada Suku Jawa, China, dan Ambon. Rata-rata mata pencahariannya adalah sebagai nelayan dan pedagang. 

Sepanjang perjalanan menggunakan becak ini saya banyak melewati hutan-hutan bakau. Rumah-rumah disini kebanyakan terbuat dari kayu dan berbentuk rumah panggung terutama yang berada di pesisir pantai. 

Tidak banyak terdapat pantai yang bagus di Pulau Belakang Padang. Satu-satunya pantai yang kami kunjungi hanyalah pantai pasir putih. Ada gazebo-gazebo di sepanjang pantai ini. Pantainya tidak terlalu luas maupun panjang sehingga tidak terlalu menarik.

Ketemu saudara sekampung, pada bae wong ngapak Purbalingga, hehe. 
Sepanjang perjalanan saya mengobrol dengan pak becak ini, ternyata oh ternyata, bapak ini asalnya sama dengan saya yaitu dari Purbalingga. Ternyata kami sama-sama wong ngapak. 

Langsung saja suasana berubah menjadi lebih akrab. Kesamaan daerah dan suku membuat orang yang tak saling kenal berubah menjadi semacam saudara. 

Bapak ini ternyata merantau ke batam sejak 20 tahun lalu. Dulu bekerja sebagai kuli bangunan di Kota Batam, namun karena merasa kehidupan di kota terlalu bising dan gemrungsung akhirnya bapak ini pindah ke Pulau Belakang Padang, bekerja sebagai nelayan, pedagang, sekaligus tukang becak. 

'Begitulah kehidupan, kita tidak tahu sepuluh tahun lagi kita akan berada dimana, dengan siapa, sedang melakukan apa. Semuanya adalah kehendak takdir.' Kata bapak becak yang selalu tersenyum ini. 

Segarnya Es Cendol Belakang Padang

Es Cendol Kedai Botak Belakang Padang, Wajib Coba!
Matahari semakin naik, udara semakin panas. Saatnya mencari yang segar-segar. Kami menuju ke dalam pasar untuk mencoba mencicipi makanan yang ada di Kedai Botak.

Kedai Botak ini semacam foodcourt. Banyak macam-macam makananan yang tersedia namun karena cuaca panas, kami ingin memesan yang segar-segar saja. Kami memesan es cendol, es gunung, serta roti prata sebagai cemilan.

Pertama kami merasa bahwa es cendolnya ya biasa saja rasanya, sama seperti es cendol pada umunya. Namun, setelah menyeruputnya ternyata rasanya nonjok! paduan santan, gula merah, cendol, kacang merah, kacang hijau, dan susu kental manisnya lumer di mulut! rasanya seperti oase ditengah panasnya udara pulau hari ini.

Saya sampai memesan satu porsi es cendol lagi karena rasanya memang sangat legit, bikin nagih. 

Sekitar jam sebelas siang kami beranjak menuju pelabuhan dan membeli tiket balik yang harganya juga Rp. 15.000. Tidak ada toilet yah di pelabuhan jadi kalau kebelet, kalian bisa numpang di Kedai Botak atau Kedai Ameng. 

Pulau Sambu, Saksi Bisu Perang Melawan Penjajah Sampai Perebutan Eksploitasi Minyak Bumi

Pulau Sambu di seberang dermaga Pulau Belakang Padang
Sambil menunggu kapal pong-pong datang, saya mengamati sebuah pulau di seberang dermaga. Terdapat kilang-kilang minyak milik pertamina berdiri berjejer di badan pulau. Pulau ini bernama Pulau Sambu, salah satu pulau pemasok minyak bumi terbesar di Indonesia.

Pulau ini dahulu di naungi oleh PT. Shell namun sekarang sudah beralih ke Pertamina. Banyak bangunan sejarah di Pulau Sambu, karena eksploitsi minyak di pulau ini sudah di mulai sejak abad ke 19, sehingga menjadi salah satu kota tua di Batam. Mungkin lain kali saya akan mengunjungi Pulau Sambu.

11 comments: