Kemarin, saya beserta dua orang teman yakni Hapid dan Afris iseng-iseng mengunjungi Wonosobo untuk mencari "sesuatu". Namun dikarenakan "sesuatu" tersebut tidak dapat ditemui maka daripada perjalanan kami yang jauh-jauh dari Jogja ke Wonosobo mubazir, maka kami putuskan untuk pergi ke Dieng, dengan tujuan Bukit Sikunir. 

Dari Jogja kami berangkat naik motor pukul 14.00 namun baru sampai Sleman hujan mengguyur dengan derasnya, dan beruntungnya kami tidak membawa mantel, jadi terpaksa mlipir dulu di sebuah warung pinggir jalan. Menunggu hujan sambil nyeruput kopi. Hujan baru reda sekitar pukul 16.00, kami langsung cabut mengendarai honda astrea prima yang butut sekali. 

Sampai di Wonosobo sekitar pukul 19.30, dikarenakan tidak berhasil mencari "sesuatu" itu maka langsung kami putuskan pergi ke Dieng malam itu juga. Perjalanan memakan waktu sekitar 45 menit dengan jalan yang terus menanjak. Begitu sulitnya jalanan ini ditempuh dengan astrea prima boncengan dua orang dengan tubuh yang lumayan besar
.

Untuk yang baru belajar naik gunung bisa baca artikel Tips Mendaki Gunung
Sampai di Dieng pukul delapan malam, kami langsung menuju satu-satunya mini-market yang ada disini untuk membeli suplai minuman dan makanan. Kami juga mampir ke sebuah warung yang menjual kain penghangat tubuh semacam sarung tangan, kaus kaki, syal, dll. Kami membeli kaus kaki panjang dan tebal seharga Rp. 15.000, lumayan buat menghangatkan kaki di dinginnya udara dieng yang pada musim panas dapat mencapai minus. 

Angkringan memanggil-manggil kami supaya berhangat didalamnya, that's okay :-D. Tiga gelas kopi purwaceng dihidangkan oleh bapak penjual angkringan kepada tamu-tamu yang keren ini. Purwaceng merupakan minuman khas dieng yang terbuat dari akar-akaran, yakni akar tanaman Purwaceng. Tanaman Purwaceng ini dulu adalah tanaman yang termasuk langka, namun kini dapat diselamatkan dengan budi daya menggunakan metode kultur in vitro. Purwaceng sebenarnya digunakan sebagai viagra tradisional, rasanya agak pedas dan cukup hangat serta menambah gairah, haha.

Dari Dieng, kami langsung menuju Desa Sembungan, Kecamatan Kejajar, Dieng dimana bukit Sikunir berada. FYI, Desa Sembungan merupakan desa tertinggi di pulau Jawa dengan tinggi 2100 mdpl. Di desa ini terdapat beberapa objek wisata alam yang bagus dan indah, yakni Telaga Cebong, Curug Sikarim, dan Bukit/Puncak Sikunir. 

Mayoritas warga disini bermata pencaharian sebagai petani atau penjala ikan di Telaga  Cebong. Di desa yang mempunyai pesona wisata hingga ke mancanegara ini jalannya jelek tidak terurus, didominasi oleh lubang dan kerikil. kami parkir kendaraan kami di tanah lapang yang disebut terminal telaga. Tiket masuk hanya Rp. 4000 sudah melingkupi tiga objek wisata di atas.





Kami beruntung karena hari ini sangat sepi, tidak ada pengunjung lain, hanya kami dan beberapa penduduk yang tengah menjala ikan. Karena kami tidak membawa tenda maka kami memanfaatkan bilik-bilik warung untuk beristirahat. Matras digelar, sleeping bag dibentangkan dan kompor dinyalakan. 

Menu malam ini adalah segelas coklat panas dan kacang. Kami tertidur pulas, hingga pukul tiga pagi teman kami Afris mambangunkan kami berdua. Afris ternyata tidak bisa tidur karena saya dan Hapid ngoroknya keras sekali, hahaha. Sebagai persiapan, kami memasak bubur instan yang rasanya aduhai sekali. Setelah beres-beres, langsung kami berangkat ke atas.


Untuk mendaki puncak Sikunir kita harus menempuh waktu sekitar 45 menit dengan berjalan santai. Walau pendek, namun jalurnya cukup terjal dan curam, tidak ada bonus sama sekali sehingga cukup membuat nafas ngos-ngosan. Di puncak kami beristirahat di dalam gazebo yang atapnya sudah rusak, dan tidak ada pelindung dari angin sama sekali. Sialnya, gerimis tiba-tiba turun, kabut menghalangi pemandangan. 

Kami sudah pasrah jikalau gagal melihat golden sunrise Sikunir ini. Untuk melindungi tubuh dari hujan dan dinginnya kabut, kami buat matras melingkari tubuh untuk menadah angin, sementara sleeping bag sebagai atap kami. Lapisan luar sleeping bag yang lumayan tahan air serta polar didalamnya cukup melindungi kami dari dinginnya gerimis ini. Kami meringkuk sambil berpelukan seperti orang sedang berlindung dari badai. 
Baca dan Lihat juga Pemandangan Dari Gunung Prau Yang Awesome
Sambil bercerita, tiba-tiba kami mendengar suara bising berbahasa mandarin. Setelah dilihat ternyata ada beberapa turis dengan dua orang lokal sebagai pemandunya. Turis-turis tersebut berasal dari Malaysia, dan satu orang dari Perancis. mereka juga tampaknya sedikit kecewa karena kabut yang begitu tebal menutupi pemandangan di arah timur. Namun selang beberapa saat, cahaya keemasan mulai muncul menembus kabut sedikit demi sedikit. beberapa menit berlalu, matahari mulai menyeruak mengusir kabut dan menyinari pemandangan alam yang luar biasa dibawahnya. 

Gunung Sindoro, Gunung Perahu, Gunung Sumbing, bukit-bukit, dan alam yang luar biasa mulai terlihat seiiring dengan munculnya Golden Sunrise ini. Kami semua mulai mengabadikan momen ini. Kamera diarahkan dan tombol shutter ditekan. Wah, Very Beautifull... Sunrise di sikunir ini hampir sama indah dengan sunrise dari Pananjakan, Bromo. Sayangnya waktu itu ouncak Sindoro dan Puncak sumbing tertutup kabut, sehingga pemandangan yang kami harapkan gagal tercapai. Namun overall, Sunrise Sikunir memang indah. Lain waktu saya pasti kesini lagi...

Galeri :









Continue Reading