Januari 10, 2019



Pada kunjungan saya ke Pulau Belakang Padang beberapa waktu lalu (bisa dibaca disini), saya sangat penasaran dengan sejarah pulau kecil ini. Kenapa kok dinamakan Belakang Padang? apakah ada hubungannya dengan Suku Minang dan Kota Padang? dan kenapa juga ada julukan 'Pulau Penawar Rindu'?

Tidak banyak literatur sejarah yang menyinggung secara langsung mengenai asal-usul pulau Belakang Padang, sebuah pulau kecil di utara Pulau Batam yang berbatasan langsung dengan Singapura. Sumber sejarah kebanyakan berasal dari cerita turun temurun dan mitos masyarakat setempat.

Penduduk pulau Belakang Padang ini sangat heterogen. Sebagian besar merupakan pendatang dari berbagai daerah di Indonesia yang didominasi oleh Suku Melayu, Jawa, dan Tionghoa yang tersebar pada lima kelurahan. Kelurahan tersebut adalah Kelurahan Sekanak Raya, Kelurahan Tanjung Sari, Kelurahan Pulau Terong, Kelurahan Pemping, Kelurahan Kasu, dan Kelurahan Pecong.

Belakang Padang Dulu Merupakan Pusatnya Pulau Batam

Peta Selat Malaka yang dibuat oleh Valentijn François pada tahun 1726.(arsip dari website Library of Congress, USA)

Untuk mengetahui sejarah pulau Belakang Padang, ada baiknya juga harus mengetahui sejarah Pulau Batam terlebih dahulu.

Pulau Batam dulunya bernama 'Pulau Batang', merupakan pulau kecil yang hanya dihuni oleh nelayan pada bagian pesisirnya. Nelayan-nelayan ini merupakan orang melayu yang pada masa itu lebih dikenal dengan sebutan 'Orang Selat' atau orang laut.

Orang selat ini selain berada di Pulau Batam juga tersebar di beberapa pulau lain seperti Pulau Bulan, Pulau Bintan, sampai ke pulau-pulau kecil disekitarnya. Diperkirakan merekalah suku asli Batam yang ber ras melayu. Orang selat ini menghuni pulau-pulau di Selat Malaka, termasuk Batam pertama kali pada 231 M.
Baca juga: Kondangan Nyambi Mantai di Pulau Bintan
Perlu dicatat bahwa secara historis Kecamatan Belakang Padang merupakan Ibu Kota Kecamatan Batam ketika masih berada dibawah Pemerintahan Kabupaten Kepulauan Riau (Asisten Wedana).

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 34 tahun 1983 tanggal 24 Desember 1983 Wilayah Kecamatan terpecah menjadi tiga bagian Kecamatan yaitu : Kecamatan Batam Barat, Kecamatan Batam Timur dan Kecamatan Belakang Padang sendiri.

Hal ini menunjukan bahwa sebelum tahun 1983, Kecamatan Belakang Padang merupakan pusat dari Pulau Batam. Selain itu letak kota-kota lama di Batam juga terpusat di daerah sebelah utara Pulau Batam. Sehingga, besar kemungkinan jika kita menyebut 'orang selat' dalam konteks sejarah maka hal itu merujuk pada orang-orang yang menempati pulau-pulau kecil di utara Batam seperti Pulau Belakang Padang.

Belakang Padang, Pulaunya Bajak Laut
Artikel tentang bajak laut Belakang Padang di Harian Kompas, rabu 4 november 1992 (Sumber foto: Robert Adhi Ksp) 

Dua Puluh lima tahun yang lalu, nama Bajak Laut Belakang Padang menjadi ancaman yang menakutkan bagi kapal-kapal yang melintas di selat Philip dan selat Singapura setiap harinya.

Sepanjang tahun 1991 berbagai kasus perompakan yang terjadi di wilayah perairan Polda Riau, tercatat 185 kali. Kemudian pada tahun 1992 sampai bulan Mei tercatat 63 kasus.

Berbagai media massa asing memuat berita-berita tentang kasus perompakan ini, dan hal ini tentu saja membuat citra buruk bagi Singapura dan Indonesia.

Lokasi Belakang Padang yang berada di dekat selat Singapura, selat Philip dan selat Malaka, besar kemungkinan juga pernah menjadi sarang bajak laut sejak jaman dahulu.

Menurut catatan sejarah , sejak dulu selat Malaka telah menjadi jalur perdagangan yang ramai. Ramainya selat ini sebagai jalur perdagangan membuatnya menjadi rawan akan perompakan karena kebanyakan kapal yang berlayar melewati selat Malaka membawa barang dagang yang nilainya tidak sedikit.

Menurut catatan sejarah dari China pada abad ke 14, seorang pengelana yang bernama Wang Dayuan dalam bukunya Daoyi Zhilue mendeskrpisikan keberadaan bajak laut dari Long Ya Men (Tumasek / Singapura) dan Lambri (Daerah di bagian Sumatera Utara) menyerang kapal dagang China dengan armadanya yang mencapai tiga ratus buah kapal kecil. 

Lukisan yang juga di buat oleh Valentijn François menggambarkan kondisi perairan di Selat Malaka pada abad 18.

Puncak dari pembajakan kapal adalah pada abad ke 18 sampai 19 seperti yang ditulis pada buku The Scents of Eden: A Narrative of The Spice Trade. Pada abad itu rempah-rempah menjadi komoditas yang paling mahal selain minyak paus. Selat Malaka menjadi jalur rempah yang sangat ramai dan membuatnya rawan perompakan.

Belanda yang menguasai Indonesia dan Inggris yang waktu itu menguasai Melayu dan Singapura membuat kesepakatan untuk memberantas bajak laut pada masing-masing daerah jajahannya. Hal ini menjadi pencetus dibuatnya perbatasan Malaysia dan Indonesia yang berlaku hingga saat ini.

Dengan melihat lokasi Pulau Belakang Padang yang berada tepat di depan Selat Singapura dan di ujung selatan Selat Malaka. Besar kemungkinan Pulau ini dulu pernah menjadi tempat persembunyian bajak laut dikarenakan lokasinya yang strategis berupa pulau-pulau kecil yang memudahkan perompak untuk lepas-tanam jangkar kapal mereka.

Asal-Usul Nama Belakang Padang

Sebuah kapal jung China yang tengah berlayar di perairan pulau Sambu pada jaman kolonial (foto koleksi tropenmuseum).

Ternyata Belakang Padang ini tidak ada hubungannya sama sekali dengan kota Padang maupun suku Minang yang ada di Sumatera Barat. Menurut penuturan warga setempat yang diceritakan secara turun temurun, asal nama Belakang Padang bisa ditelusur dari zaman penjajahan Belanda.

Pada tahun 1897 Belanda mendirikan pangkalan minyak di Pulau Sambu, pulau yang terletak persis di sebelah timur pulau Belakang Padang. Pulau Sambu sebagai penghasil minyak bumi membuatnya menjadi pulau penting bagi Belanda.

Pangkalan minyak bumi ini menjadi magnet bagi banyak orang untuk berdatangan mengais rezeki di pulau Sambu, sehingga lama-lama pulau Sambu menjadi sebuah kota kecil yang ramai (sekarang pulau Sambu menjadi salah satu kota tua di Batam).

Saat itu Belanda memerintahkan pekerja, yang mayoritas warga pribumi untuk membuka lahan baru di sebuah pulau yang terletak di belakangnya pulau Sambu. Belanda ingin membuka dan meratakan lahan di pulau tersebut untuk dibuat sebuah padang atau lapangan luas. Kemungkinan untuk dijadikan pemukiman.

Maka berangkatlah para pekerja tersebut menyeberangi pulau di belakang pulau Sambu itu dan meratakan lahan disana untuk dibuat menjadi sebuah padang sehingga kini pulau tersebut diberi nama pulau Belakang Padang (atau padang lapangan di belakang pulau Sambu).

Pulau tersebut lama kelamaan banyak dimukimi oleh pekerja-pekerja yang ada di pangkalan minyak pulau Sambu. Pekerja dari Sambu inilah yang menjadi cikal bakal nenek moyang warga Pulau Belakang Padang.

Ada pula versi lain yang mengungkapkan bahwa dahulu kala, ada seorang Bugis bernama Daeng Demak. Beliau berlayar dan menemukan sebuah pulau tak berpenghuni. Pulau tersebut terdiri dari dataran yang datar dan luas (padang). Karena banyaknya tanah yang kosong di balik pepohonan yang rimbun, maka dinamakanlah pulau tersebut pulau Belakang Padang.

Kenapa Diberi Nama Pulau Penawar Rindu?

Ucapan selamat datang di Belakang Padang, Pulau Penawar Rindu. 

Masih menurut penuturan turun temurun dari warga lokal, konon katanya, nama 'penawar rindu' muncul dari kalangan para pendekar pantun yang sering datang dan pergi ke Belakang Padang.

Kita tahu bahwa pantun adalah salah satu seni favorit warga melayu. Apapun akan dijadikan pantun. Bisa dikatakan, bagi orang melayu, tiada hari tanpa berpantun.

Belakang Padang sebagai pulau yang berada di tengah-tengah Batam dan Temasek (Singapur) sering menjadi tempat persinggahan para pelaut. Para pendekar pantun membuat ungkapan 'penawar rindu'‎ ditujukan kepada orang yang pernah mengunjungi Belakang Padang dan kemudian kembali lagi kesana untuk mengobati rindunya akan teman, keluarga, ataupun gadis yang dicintainya.

Ungkapan yang terkenal dari pendekar pantun kala itu adalah, ”kalau engkau dah kene air Belakangpadang, engkau pasti nak datang lagi. Sebab pulau ini pulau penawar rindu".

Kisah Batu Berantai di Pulau Belakang Padang

Ada sebuah kisah dari negeri Temasek (Singapura) yang sedikit menyinggung pulau Belakang Padang ini.

Batu Berantai atau Batu Rantai adalah gugusan karang yang berada di perairan antara Pulau Belakang Padang dan Pulau Sambu yang juga berada di perbatasan dengan negeri jiran Singapura.

Kisah ini mengenai seorang anak kecil cerdas yang dapat menolong kerajaan Tumasik (Singapura) dan rakyatnya dari serangan ratusan ribu ikan Todak (swordfish) namun kebaikannya dibalas oleh sang Raja dengan mengikat dirinya dengan rantai besi, serta menenggelamkannya di sebuah pulau karang kecil yang letaknya tidak jauh dari Pulau Penawar Rindu, karena ada ketakutan dari sang Raja apabila anak tersebut akan merebut tahtanya.

Begitulah sekiranya sejarah pulau Belakang Padang yang bisa saya jabarkan sehingga jika teman-teman pembaca hendak berkunjung ke Belakang Padang setidaknya sedikit banyak sudah mengetahui asal-usul pulau Belakang Padang.
...

Sumber:
www.tropenmuseum.nl (Chinese Junk at Sambu Island)
www.loc.gov (Nieuwe kaart van het Eyland Sumatra)
arsipskpd.batam.go.id (Profil Kecamatan Belakang Padang)
www.idntimes.com (Pulau Penawar Rindu: Ragam Kisah dan Mitos “Rindu” yang Terobati)
disbud.kepriprov.go.id (Sejarah Batam)
asyiknyajadiwartawan.blogspot.com / Robert Adhi Ksp (Meliput Perompakan di Perairan Batam-Singapura)
www.batamxinwen.com (Imlek, Menir Belanda, dan Asal-Usul Pulau Belakang Padang)


9 comments:

  1. wajar sih kalo dulunya ada bajak laut, daerah selat yg sangat banyak perdagangan kan di sana

    BalasHapus
  2. Sekarang jadi tahu dibalik nama belakang padang itu sendiri. Mungkin karen Batam sendiri dekat dengan singapura (aslinya ras melayu), jadi bahasanya juga erat dengan bahasa melayu di mana lapangan atau rawa atau sejenisnya itu disebut padang

    BalasHapus
    Balasan
    1. yoi mas, kalo di jawa kan padang artinya terang ya, tpi masih ada hubungannya juga sih antara terang dan lapang, haha

      Hapus
  3. sering main ke batam tapi malah belum sempat ke belakang padang

    BalasHapus
  4. gunung belakang padang dengan pemandangan pantai yang indah... suka dengan kata warga lokal yang menyebutnya penawar rindu. seakan obat rindu kampung dan keindahan alam ciptaan Tuhan. tinggal nunggu aja saya min, kapan diajak kesana. heee

    BalasHapus