Januari 06, 2016


Haloo om..tante, balik lagi karo nyong, Abeng Sagara. Sapa sih sing ora ngerti kebuman? kae lho jalur ngidul sing arep ming jogja nek koe sekang arah kulon...lah sori gaes saya kebablasan pake bahasa daerah sendiri.

Yup, Kalau kamu dari arah barat ( Jawa Barat so on) mau wisata ke Jogja lewat jalur darat bagian selatan pasti akan melewati kota Kebumen. Kota yang dibesarkan oleh para sopir truk, bus, angkot, dll, dikarenakan Kebumen merupakan kota yang dilewati oleh jalur utama Jalan Nasional dari arah barat menuju timur.

Nah, liburan lalu saya mendapat kesempatan mengunjungi Kebumen dengan metode dadakan. Kebetulan waktu itu saya sedang mudik ke kampung halaman di Purbalingga. Baru saja saya sampai dirumah, langsung ada panggilan masuk "woy, ko wis nengumah? melu yuh! aku karo bocahan arep ming kebumen kie, arep ming Menganti, jerene apik!" Langsung saja saya mengiyakannya dengan antusias, saya pun mengajak bojo A.k.A pacar tercinta. 

Pagi pukul 06.00 WIB saya berangkat dari Purbalingga menuju Menganti, salah satu pantai yang sedang naik daun di jalur selatan. Tanpa sarapan!

Perjalanan menuju menganti ternyata tidak seperti yang saya bayangkan. Biasanya pantai-pantai di Kebumen jalannya lurus to the point langsung pantai. Beda dengan Menganti, Pantai ini harus melewati bukit curam dengan jalan yang sempit karena lokasinya berada di balik bukit. Perjalanan ditempuh dengan waktu 2,5 jam dan dengan adrenalin yang terpacu karena kondisi jalan yang cukup ekstrim. 


Jalannya sudah aspalt dalam kondisi yang bagus karena sepertinya baru saja di perbaharui. Yang membuat jantung hampir copot adalah jalan yang sempit dengan tanjakan yang cukup curam dihiasi pemandangan jurang di kanan-kirinya. Pos retribusi terlewati dengan membayar retribusi per orang Rp. 5000 sedangkan retribusi kendaraan Rp. 10.000 untuk mobil dan Rp.5000 untuk motor.


Dari pos retribusi jalan masih naik lagi. Baru saat ada turunan, terlihatlah hamparan permadani biru nan berkerlap-kerlip di sepanjang sisi kanan kami dengan ornamen pasir putih sebagai penghias tepinya (dan juga botol plastik yang berserakan). 


Semakin mendekati lokasi parkir semakin banyak terlihat kapal-kapal nelayan yang tengah berlabuh di tepian pantai dengan warna-warninya yang semakin menambah indah pantai tersebut.

Banyak warung-warung di lokasi parkiran yang rata-rata menjual es kelapa muda dan juga mendoan monster yang besarnya se-taplak meja. sempat tergiur untuk mampir sebentar di warung namun kami putuskan untuk mampir pas pulangnya saja.

Untuk menuju tebingingnya kami harus berjalan sekitar 15 menit naik turun bukit dengan pemandangan pohon cemara yang seakan-akan dengan pelitnya menghalangi pandangan kami untuk melihat laut lepas.

Selang 15 menit, di balik bukit terlihatlah segerombolan gazebo yang sayup-sayup terdengar suara musik dangdut koplo yang di putar keras-keras oleh pemilik warung disitu. Dengan semangat membara kami turuni bukit dan berlari menuju gazebo yang paling besar dan merebahkan diri sambil meneguk air mineral yang kami bawa. 


Sambil menikmati angin semilir dan memandangi lautan lepas dengan pemandangan pantai pasir putih, perahu nelayan dan tebing-tebing di kanan-kiri dari atas bukit, tanpa disadari ternyata didalam gazebo ada tulisan "Sewa Gazebo Rp.10.000". Yahh..gak jadi gratis.

Saya kira gazebo ini adalah fasilitas publik yang disediakan memang sebagai penunjang pariwisata, tapi ternyata masih bayar juga. Tak apalah walau berbayar, hitung-hitung sebagai tambahan pendapatan warga sekitar dan berharap juga untuk dialokasikan sebagai dana pengembangan obyek wisata Pantai Menganti.


Sesi foto-pun dimulai (terutama untuk the ladies). Pose sana, pose sini, lompat kesana kemari sampai jungkir balik. Semakin siang semakin banyak pengunjung yang berdatangan dengan kaos hitam MTMA-nya. Karena cuaca makin panas dengan tempat berteduh yang minim kami putuskan untuk menyudahi sesi di atas bukit dan kembali turun menuju parkiran dimana pusat lokalisasi perut berada. 

Kami menghampiri sebuah warung berwarna biru bertingkat dua dengan tempat duduknya yang menghadap laut. Si ibu empunya warung mendatangi kami dengan senyum ramahnya seraya menyodorkan menunya.

Es kelapa muda dan mendoan monster-pun datang. Mendoan ini menggunakan bumbu kuning khas daerah ngapak timur dengan ukuran yang super jumbo, mungkin empat kali lebih besar dari mendoan banyumasan reguler. Bumbu kunir dan rempah-rempah meresap dalam ke daging-daging tempenya, membuat rasa mendonya gurih, ditambah dengan sambel cabe semakin menambah perut dan lidah ternodai kesuciannya. 


Kenyang sudah, segar sudah, saatnya melanjutkan ke pantai di balik bukit sebelah barat pantai menganti yaitu Pantai Karang Agung yang untuk mencapainya kita perlu tracking menuruni bukit dan hutan sekitar setengah jam. Untuk episode Karang Agung nantikan di artikel saya berikutnya yang tidak tahu kapan akan saya tulis, tergantung mood, hehehe, dadah, salam asoy!

Photo Gallery :


Post a Comment: