Maret 05, 2014


Kita semua dulu pasti pernah ditanyakan soal cita-cita oleh seseorang ketika kita masih kecil dan imut-imut. Biasanya si penanya ngomong seperti ini "adek kecil, besok kalo udah gede cita-citanya mau jadi apa?". lalu sebagian dari kita ada yang menjawab "jadi tentara om!" "jadi dikter om!" "jadi guru om", dan jadi-jadian yang lainnya. 

Lalu kenapa dulu kita menjawab cita-cita kita seperti itu? Mungkin waktu kecil kita ingin melindungi negara ini, maka cita-citanya jadi tentara. Mungkin kita ingin mengobati orang sakit makanya cita-citanya jadi dokter. Harapan tersebut agaknya memang indah dan sesuai dengan tujuan apa yang harus dilakukan oleh profesi tersebut.

Namun seiring berjalannya waktu dan semakin bertambahnya usia, kita akan berpikir lebih jauh. Kita sudah berpikir lebih dewasa dan pikiran kita lebih realistis. Kita sudah memikirkan tentang bagaimana caranya untuk menyambung hidup ini. Kita berpikir tentang cinta dan pendamping hidup. Kita berpikir tentang gengsi atau prestige.

Lalu apa yang terjadi dengan cita-cita kita untuk mengobati orang sakit dengan menjadi dokter? Terganti oleh realitas kehidupan. Kita tidak lagi menjunjung tinggi komitmen dari tujuan profesi kita tersebut.

Jangan memunafikkan diri sendiri. Kita tahu sebagian besar orang memilih suatu pekerjaan pastilah karena dua faktor utama, yaitu Uang/ Honor/ Gaji/ Royalti, dan Kebanggaan atau Prestige. 

Kita tidak lagi bertujuan menjadi dokter untuk mengobati orang sakit. Tidak lagi berpikir untuk menjadi polisi demi menegakkan hukum. Tidak lagi pusing-pusing menjadi anggota dewan untuk menyejahterakan rakyat. Kita semua berpikir secara serempak bahwa profesi yang kita ambil akan menentukan kualitas hidup kita dan gengsi atau kedudukan kita dimata orang lain. 

Sekarang orientasi profesionalisme sebuah pekerjaan sudah berubah drastis. Bahkan sangat drastis dari tujuan kita semula waktu masih anak-anak tadi. Orientasi kita berubah jadi setumpuk uang dan kedudukan belaka.

Inilah kemerosotan moril manusia. Kemerosotan profesionalisme suatu profesi. Yang mengakibatkan bertambahnya kesengsaraan.

Realitas

Ambillah contoh, sekarang sebagian polisi bekerja demi gajinya yang tinggi, status sosial yang tinggi, dan mudahnya mencari pasangan hidup. Hal ini menjadi salah satu faktor pencetus banyaknya tindakan pungli (pungutan liar), pemerasan, dan lain sebagainya dari oknum-oknum yang tak bertanggung jawab.

Jika dokter-dokter sekarang masih menjaga profesionalisme dan kode etik mereka dengan sebaik-baiknya, maka tidak akan ada rakyat miskin yang tidak diterima oleh suatu rumah sakit karena kekurangan biaya. Wajarnya, dokter yang gajinya sudah tinggi bisa membantu biaya pengobatan pasien yang tidak mampu tersebut. Entah berbentuk iuran antar dokter atau menggunakan dana pribadi.

Contoh lain yang tidak beda jauh dari penyelewangan profesi tersebut adalah profesi pendidik. Guru dan staf sekolah sekarang dituntut harus profesional, dengan dikeluarkannya sertifikasi tunjangan untuk guru-guru yang profesional, namun apa hasilnya? masih banyak anak-anak yang putus sekolah gara-gara tidak memenuhi biaya sekolah. Masih banyak siswa yang tidak lulus dalam ujian nasional.

Wajarnya saja sebagai guru profesional otomatis sistem pendidikannya juga harus profesional, namun mereka semata-mata hanya mengejar sertifikasi agar memperoleh penghasilan yang melimpah, dan dapat naik mobil mewah. Indonesia sekarang membutuhkan sosok seperti Oemar Bakrie yang tulus ikhlas dengan segenap tenaga memajukan pendidikan negeri ini.

Profesi lainnya yang lebih-lebih sangat tidak profesional adalah para anggota dewan, mereka berjuang keras agar terpilih dalam pemilihan umum semata-mata bukan demi rakyat namun demi perut mereka. hasilnya? kita dapat lihat sendiri, kemiskinan di Negara ini amat banyak, korupsi dimana-mana, bahkan tiada hari tanpa berita korupsi, korupsi semakin menjadi hal yang amat sangat wajar di Negeri ini, Negeriku tercinta.

Masih banyak lagi profesi-profesi lain yang kodrat profesinya melenceng dari pikiran polos cita-cita anak kecil. Hanya segelintir orang saja yang menjalankan profesinya dengan kesadaran penuh akan tujuan dan amanat dari profesi yang diajalaninya. Hanya segelintir.

Kesimpulannya, profesi yang ada didunia ini seharusnya dijalankan sesuai dengan tujuan dan amanat dari profesi tersebut dengan mengesampingkan rayuan si penghasut, yaitu materi dan prestige. (2012)


Sumber gambar feature: makeuseof.com

Post a Comment: